Bidadari Ku Yang Terluka Dalam Lembah Penuh Duri
June 14, 2016
Add Comment
Secara fisik seorang perawan di tandai dengan utuhnya selaput dara yang berada di daerah Vaginanya. Hilangnya keperawanan seorang wanita biasanya di sertai dengan keluarnya darah dari daerah Vaginanya yang tergantung bentuk dan ketebalan selaput dara saat dia melakukan persetubuhan pertama kalinya. Secara Islam keperawanan bukan sekedar masih utuhnya selaput dara. Melainkan setiap perempuan yang belum melakukan aktifitas seksual seperti main jari, mastrubasi atau sepong sejenisnya atau yang berbaur zina dengan kata lain mungkin bisa di katakan dengan perempuan suci tapi kesannya seakan sangat sulit untuk di temukan.
Kesucian dan kehormatan sang perempuan bagi manusia yang memahami kehormatan bukan sebatas berpedoman dengan dengan keutuhan selaput dara yang masih tersegel, melainkan perempuan yang tidak pernah ternodai dengan setitik noda zina. Biasanya perempuan yang tidak perawan lagi sebelum menikah memberikan pernyataan bahwa dirinya pernah nikah siri atau telah menjadi suatu korban kecelakaan sehingga mengakibatkan hilangnya keperawanan. Hal ini semata-mata hanya ingin menutupi aib dari dosa zina yang pernah ia lakukannya. Sehingga calon suami yang bersedia menerimanya sebagai istri dan menyanginya dengan sepenuh hati. Walaupun terkadang musibah kecelakaan itu benar-benar terjadi di masa-masa saat silam.
Strategi atau ide-ide klasik tersebut bukan lagi hal yang efektif untuk menaklukan kaum pria yang terhormat dari berbagai segi kehidupan. Pada umumnya orang yang berpengetahuan rendah atau awam mungkin akan sangat mudah terpengaruh dengan kebodohan dan keperdayaan penghibur yang mempublikasi hiburan yang membodohi kaum yang mudah terpengaruhi ini. Oleh karena itu mungkin akan menfatwakan hal-hal yang belum tepat seperti kiasan yang mengaitkan dengan kecelakaan. Akibat dari kebodohan tersebut, maka kenistaan dan siksaan dalam kehidupannya akan tetap berlanjut selama hidupnya yang akan tetap akan menjadi suatu tekanan batin yang begitu mendalam di dalam dirinya sendiri walaupun tidak di lahirkan rasa kenistaan di hatinya.
Jika hal yang demikian terjadi sungguh bukanlah suatu keinginan yang ingin di capainya, melainkan justru akan suatu sikap serta sifat-sifat pesimis ataupun sinis untuk diri sendiri yang terlahir dari bentuk sebuah kekeluargaan selama hidupnya yang jauh dari rasa tanggung jawab sebagai seorang istri yang utuh atau ibu yang baik untuk anak-anaknya. Jika sudah seperti ini maka sifat-sifat yang mempengaruhi psikologinya dan akan menghantuinya jiwa yang akan terus menyelimuti selama hidupnya. Dan akan menyeretnya kedalam limbah kenistaan.
Hidup itu terus berlanjut dan tidak hanya berhenti sampai disitu. Jika memang permasalahan yang demikian telah terlanjur terjadi maka tiada salahnya jika kita sampai mencoba untuk perbaikannya.
0 Response to "Bidadari Ku Yang Terluka Dalam Lembah Penuh Duri"
Post a Comment