Mesjid Raya Baiturrahman Dalam Bingkai Sejarah Aceh

Mesjid Raya Baiturrahman Dalam Bingkai Sejarah Aceh

Mesjid Raya Baiturrahman yang berada di jantung kota Banda Aceh adalah salah satu mesjid lagendaris di dunia yang memiliki sejarah panjang. Mesjid ini telah melewati tahapan perang dunia II serta bencana paling dahsyat di abad modern, yakni Tsunami 26 Desember 2004 silam. Di halaman mesjid inilah seorang Jendral Belanda yang terkenal pada Perang Dunia II, John Harmen Rudolf Kohler, mati konyol tewas bersimbah darah di ujung peluru pejuang Aceh. Kohler terbunuh dalam perang Aceh I pada tanggal 14 April 1873, saat melakukan speksi setelah menduduki kembali Mesjid Raya Baitirrahman yang sebelumnya sempat di kuasai oleh Pejuang Aceh.

Dengan sejarahnya cukup panjang itu, maka pantaslah para sejarahwan kemudian menyatakan, memahami dengan baik sejarah mesjid ini, berarti telah memahami sebagian sejarah perjalanan orang-orang Aceh. Dikutip dari Wikipedia.org, Mesjid Raya Baiturrahman dibangun oleh Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam pada tahun 1022 H/1612 M. Bagunan indah dan megah ini terletak tepat di jantung Kota Banda Aceh dan menjadi titik pusat dari segala kegiatan rakyat Aceh Darussalam. Sewaktu Kerajaan Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada agresi tentara Belanda kedua pada bulan Shafar 1290 Hijriah/10 April 1873 Masehi, Mesjid Raya Baiturrahman dibakar. Kemudian pada tahun 1877 Belanda membangun kembali Mesjid Raya Baiturrahman untuk menarik perhatian serta meredam kemarahan Bangsa Aceh. 

Pada saat itu Kesultanan Aceh masih berada di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat yang merupakan Sultan Aceh yang terakhir. Sebagai tempat bersejarah yang memiliki nilai seni tinggi, Mesjid Raya Baiturrahman menjadi objek wisata relegi yang mampu membuat setiap wisatawan yang datang berdecak kagum akan sejarah dan keindahan arsitekturnya, di mana Mesjid Raya Baiturrahman termasuk salah satu mesjid  terindah di Indonesia yang memiliki arsitektur yang memukau, ukiran yang menarik, halaman yang luas dengan kolam pancuran air bergaya Kesultanan Turki Utsmani dan akan sangat terasa sejuk apa bila berada di dalam mesjid ini. Pada masa kesultanan Aceh Darussalam, selain Mesjidil Haram di kota suci Mekkah, Mesjid Raya Baiturrahman ini juga menjadi  salah satu pusat pembelajaran agama islam yang di kunjungi oleh orang-orang yang ingin mempelajari Islam dari seluruh penjuru dunia.

Mesjid Raya Baiturrahman Dalam Bingkai Sejarah Aceh
 
Pada tanggal 26 Maret 1873, Kerajaan Belanda menyatakan perang kepada kesultanan Aceh, mereka mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel Van Antwerpen. Pada 5 April 1873, Belanda mendarat di Pante Ceureumen di bawah pimpinan John Harmen Rudolf Kohler, dan langsung bisa menguasai Mesjid Raya Baiturrahman. Kohler saat itu membawa pasukan 3.198 tentara. Sebanyak 168 di antaranya para perwira. Namun perperangan pertama ini dimenangkan oleh pihak kesultanan Aceh, di mana dalam peristiwa tersebut tewasnya Jendral John Harmen Rudolf Kohler yang merupakan Jendral besar Belanda akibat di tembak dengan menggunakan senapan oleh  seorang pasukan perang Kesultanan Aceh. Sebagai markas perang dan benteng pertahan rakyat Aceh, pada saat itu Mesjid Raya Baiturrahman digunakan sebagai tempat bagi seluruh pasukan perang Kesultanan Aceh berkumpul untuk menyusun strategi dan taktik perang. Sejarah mencatat pahlawan-pahlawan nasional Aceh seperti Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien turut serta mengambil andil dalam mempertahankan Mesjid Raya Baiturrahman.

Saat di Bakarnya Mesjid Raya Baiturrahman Oleh Belanda

Mesjid Raya Baiturrahman Dalam Bingkai Sejarah Aceh


Mesjid Raya Baiturrahman Terbakar habis pada agresi tentara Belanda kedua pada tanggal 10 April Bulan Shafar 1290H/April 18 73M yang di pimpin oleh Jendral Van Swieten. Tindakan Belanda yang membakar Mesjid Raya Baiturrahman yang merupakan Mesjid kebanggaan milik Kesultanan Aceh Darussalam inilah yang membuat rakyat aceh murka sehingga melakukan perlawanan yang semakin hebat untuk mengusir Belanda dari Kesultanan Aceh. Pembakaran Mesjid Raya Baiturrahman yang di lakukan oleh pihak Belanda ini membuat salah seorang putri terbaik aceh, Cut Nyak Dhien sangat marah dan berteriak dengan sangat lantang tepat di depan Mesjid Raya Baiturrahman yang sedang terbakar, sambil membangkitkan Jihad Fillsabilillah Bangsa Aceh. Empat tahun setelah Mesjid Raya Baiturrahman itu terbakar, pada pertengahan shafar 1294H/Maret 1877M, dengan mengulangi janji jendral Van Sweiten dan sebagai permintaan maaf juga untuk meredam kemarahan rakyat Aceh.

Maka Gubernur Jendral Van Lansberge menyatakan akan membangun kembali Mesjid Raya Baiturrahman yang telah terbakar itu. Kerajaan Belanda membangun kembali Mesjid Raya Baiturrahman pada saat Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat masih bertahta sebagai Sultan Aceh yang terakhir. Pernyataan ini diumumkan setelah diadakan permusyawaratan dengan kepala-kepala negeri di sekitar Koetaraja (Banda Aceh). Dimana di simpulkan pengaruh Mesjid sangat besar kesannya bagi rakyat Aceh yang 100% nya beragama Islam. Janji tersebut dilaksanakan oleh Jendral Mayor Jendral Karel Van Der Haijden selaku gubernur militer Aceh pada waktu itu dan tepat pada hari kamis 13 Syawal 1296 H/9 Oktober 1879 M, di letakan batu pertamanya yang di wakili oleh Tengku Qadhi Malikul Adil. Meejid Raya Baiturrahman ini selesai di bangun kembali pada tahun 1299H dengan hanya memiliki satu kubah. Pada tahun 1935M, Mesjid Raya Baiturrahman di perluas bagian kanan dan kirinya dengan tambahan dua kubah.

Perluasan ini di kerjakan oleh Jawataan Pekerjaan Umum(B.O.W) dengan biaya sebanyak F.35.000,-(tiga puluh lima ribu golden) dengan pimpinan proyek Ir.M.Thahir dan selesai dikerjakan pada akhir tahun 1936 M. Usaha perluasan di lanjutkan oleh sebuah panitia beresama yaitu Panitia Perluasan Mesjid Raya Kutaraja. Dengan keputusan mentri tanggal 31 Oktober 1975 disetujui pula perluasannya yang kedua dan pelaksanaannya di serahkan pada pemborong  NV.Zein dari Jakarta. Perluasan ini bertambah dua kubah lagi dan dua buah menara sebelah utara dan selatan.

Dengan perluasan kedua ini Mesjid Raya Baiturrahman mempunyai lima kubah dan selesai di kerjakan dalam tahun 1967M. Pada tahun 1991-1993, Mesjid Raya Baiturrahman melaksanakan perluasan kembali yang di sponsori oleh Gubernur Dr.Ibrahim Hasan, yang meliputi halaman depan dan belakang serta mesjidnya itu sendiri. Bagian mesjid yang diperluas, meliputi bagian lantai mesjid tempat Shalat, perpustakaan, ruang tamu, ruang perkantoran, aula dan tempat whudhu. Sedangkan perluasan halaman meliputi, taman dan tempat parkir serta serta satu buah menara utama dan dua buah minaret. Sehingga luas ruangan di dalam mesjid menjadi 4.760 m2 berlantai marmer buatan Italia, jenis secara ukuran 60 x 120 cm dan dapat menampung 9.000 jamaah. Dengan perluasan tersebut, Mesjid Raya Baiturrahman sekarang memiliki 7 kubah, 4 Menara dan 1 menara induk.

Dari masa ke masa mesjid ini telah berkembang pesat baik di tinjau dari segi arsitektur maupun kegiatan kemasyarakatan. Saat bencana tsunami yang meluluhlantakan Tanah Rencoeng pada tanggal 26 Desember 2004 lalu, Mesjid Raya Baiturrahman masih tetap berdiri kokoh dengan megahnya. Ombak tsunami yang mulai membasahi Bumi Aceh sungguh tak mampu menghancurkan rumah Allah ini. Pada saat itu Mesjid Raya Baiturrahman menjadi tempat bagi rakyat Aceh berlindung juga sebagai tempat evakuasi jenazah para korban tsunami yang bergelimpangan. Setelah melewati berbagai peristiwa-peristiwa bersejarah, sampai saat ini Mesjid Raya Baiturrahman masih tetap berdiri kukuh sebagai simbol agama, budaya, semangat, kekuatan, perjuangan dan nasionalisme Suku Aceh.

Mesjid Raya Baiturrahman Sekarang dan Masa Depan

Mesjid Raya Baiturrahman Dalam Bingkai Sejarah Aceh

Kini pada masa pemerintahan Aceh di bawah pimpinan Gubernur Zaini Abdullah, Mesjid kebanggaan rakyat Aceh ini kembali mengalami perluasan. Proyek pembangunan landscape dan infrastruktur Mesjid Raya ini di resmikan Gubernur Aceh dr Zaini Abdullah, selasa (28/7/2015). Sebagaimana dikutip dari serambinews.com, pada tahap awal, akan di bangun 12 unit payung elektrik, basement tempat parkir kendaraan roda 2 dan roda 4, tempat wudhu, dan perbaikan beberapa interior bagunan. Kompleks ini akan menjadi tempat beragam aktivitas yang mendukung fungsi mesjid sebagai central kegiatan umat islam di Aceh. Sekolah, klinik, dan televisi Baiturrahman termasuk salah satu unit yang tercantum dalam rencana pengembangan mesjid kebanggaan rakyat Aceh ini. Semua ini akan di target selesai pada Mei 2017. Untuk jangka panjang, kegiatan yang akan dilakukan adalah pembebasan lahan dan bagunan sampai ketepi sungai Krueng Aceh.


Sumber : Tabloid Media Massa Harian Aceh 2015

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Mesjid Raya Baiturrahman Dalam Bingkai Sejarah Aceh"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel