Implementasi Syariat Islam di Aceh : Format Awal

Implementasi Syariat Islam di Aceh : Format Awal
Dinas Syariat Islam Aceh
Melihat tipologi dan karakteristik pelaksanaan syariat islam seperti di gambarkan di atas, implementasi ajaran islam dalam keseluruhan aspek kehidupan ternyata tidak semudah wacana yang di kembangkan selama ini. Apa lagi kita di hadapkan  kepada persoalan yang sangat esensial yakni syariat. Selama ini kita disibukan dengan persoalan-persoalan fiqhiyyah yang cendrung membingungkan. Dan pada tataran tertentu menimbulkan iftiraq(perpecahan) di antara umat muslim. Tentu saja antara syariat dan fiqh berbeda.

Syariat adalah aturan-aturan atau hukum Allah dan Rasul-Nya yang besifat umum dan objektif dengan al-Qur'an dan al-Sunnah. Sedangkan fiqh adalah pemahaman tentang syariat yang cendrung bersifat subjektif. Dengan demikian fiqh melahirkan pemahaman yang bervariasi kerana rujukannya jelas, yaitu al-Qur'an dan al-Sunnah. Secara singkat dapat di katakan bahwa syariat adalah ajaran Ilahi yang melangit. Sedangkan fiqh adalah ajaran Ilahi yang membumi, jadi tugas kita adalah bagaimana menerjemahkan syariat ilahiyah-samawiyah ke lughat insaniyag-ardhiyah yang applicable.

Ada delapan belas kasus peradilan rwkyat yang terjadi menjelang perberlakuan syariat islam di Aceh, antara lain, peradilan rakyat terhadap orang yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan, Perzinaan, Pelacuran, Pergaulan bebas(tanpa nikah), dan pencurian. Ini menandakan bahwa pemberlakuan syariat islam di Aceh bukanlah hadiah atau pemberian dari pemerintah. Tetapi lebih mengacu kepada euphoria reformasi dan romantisme historis masyarakat Aceh yang sudah akrab dengan jiwa ke islaman. Namun sangat di sayangkan karena peradilan yang di gelar itu, sacara yuridis, dapat anggap sebagai tindakan ilegal atau dapat disebut peradilan tanpa pengadilan". Dalam perspektif sosiologis, hal ini terjadi sebagai akibat daru ketidaksabaran dan ketidakpuasan masyarakat terhadap putusan hukum yang berjalan selama ini.

Pada bagian lain memaparkan contoh kasus hukuman cambuk yang di terapkan di tiga negara : Malaysia, Paskistan dan Iran. Agaknunya, kita perlu belajar dari tiga negara ini dalam mengaplikasikan hukuman cambuk bagi para pelanggar hukum-hukum tertentu. Sekurang-kurangnya, kita menemukan format awal bagaimana hukuman cambuk di jalankan oleh kedua negara tersebut. 

Memang harus di akui bahwa secara praktis hukuman terhadap tindak pidana, asusila atau kriminalitas belum ada format penerapan hukum yang baku. Karena itu, studi komperatif ke negera-negara islam yang sudah menerapkan hukuman serupa dapat dijadikan agenda para pakar hukum"Negeri Serambi Mekkah". Selain itu rekontruksi hukum materil islam terutama mengenai hukuman pidana mutlak diperlakukan. Persoalan jinayat atau pidana, secara teoretis, sudah di bahas, namun secara praktis ada suatu pola khusus, apalagi sistem peradilan dan pengadilannya. Persolan pidana termasuk grand agenda pakar hukum untuk menemukan format representatif sehingga hasilnya dapat di terima oleh semua pihak.

Menyikapi pemberlakuan syariat Islam di Naggroe Aceh Darussalam, IAIN Ar-Raniry sebagai lembaga pendidikan tertinggi yang berkaliber dalam mencetak dan melahirkan 'ulama-intelektual dan intelektual ulama' ini sudah selayaknya menempatkan dari dan mengambil peran sentral dalam mewujudkan format pelaksaan syariat islam yang aplikatif. Keberadaan IAIN tidak terlepas dari sejarah, sosio-kultural dan semangat masyarakat Aceh yang bernuansa Islam. Peran dan kontribusi IAIN Ar-Raniry dalam bidang yang maha penting ini menempati urutan no wahid. Hal ini dsebabkan insan-insan akademik, lebih-lebih lagi mereka yang mengkhususkan diri mengkaji hukum Islam, adalah para pencerah yang dapat mencerahkan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan termasuk kehidupan beragama.

Insan-insan akademik sebaiknya bersikap proaktif dalam mengsukseskan implementasi syariat islam dengan berbagai gebrakan yang mengacu kepada peningkatan pengetahuan dan perluasan wawasan keislaman masyarakat plus sosialisasi syariat islam ke semua lapisan masyarakat. Kehadiran tulisan ini di tengah-tengah masyarakat, sedikit tidaknya dapat memberikan kontribusi penting dalam rangka sosialisasi syariat islam. Dan sekaligus menggambarkan sejauh mana para pemuka seluruh Aceh, Umara dan Ulama, telah bekerja untuk mewujudkan cita-cita mulia, yang realisasinya sedang dinanti-nantikan oleh rakyat Aceh. Tentu saja tulisan ini tidak menjawab semua persolan sosio-relegius yang sedang eksis dalam tubuh masyarakay Aceh. Tetapi kemunculan patut diapresiaso sebagai terobosan awal dalam rangka mencari format aplikasi syariat islam yang practicable Dan down-to-earth.

Penting dicatat bahwa penegakan syariat Islam tidak akan berjalan dengan baik dan sukses tanpa keterlibatan semua pihak. Selain insan akademik, umara, ualama, kaum santri, tokoh adat, dan pemuka masyrakat juga mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap suskses atau tidaknya aplikasi syariat islam di Aceh. Tambahan pula, keberadaan Mahkamah Syar'iyah berikut tugas-tugasnya adalah kunci utama keberhasilan penegakan hukum Allah di bumi para syuhada itu. 

Last but not least, adalah memberikan kewenagan penuh atau otonomi, tanpa ada intervensi dari luar kepada Mahkamah Syariyah untuk menentukan kebijakan dalam menjalankan roda syariat islam tersebut. Tanpa itu, undang-undang otonomi khusus dan Qanun Nanggroe Aceh Darussalam tentang pelaksaan syariat islam akan menjadi dokumen sejarah. Yang suatu ketika menjadi collective memory generasi Aceh. Kita dan kebanyakan umat islam di daerah-daerah lain yang komitmen dengan islam mengharapkan agar Aceh menjadi sampel atau contoh dalam penerapan syariat islam. Kita tidak ingin lampu hijau itu mati di tengah-tengah antrian panjang para musafir.

Barangkali syariat islamlah yang mampu menyatukan dan mendamaikan insan-insan yang bertikai. Peluang untuk menjalankan syariat islam patut disikapi secara arif, bijak dan penuh keiklasan. Kalau tidak demikian, maka lonceng kegagalan akan berbunyi lagi dan kita akan tenggelam dalam fiasco yang kengecewakan. 


Source : Buku Revitalisasi Syari’at Islam di Aceh – H. Hasan Basri, MA

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Implementasi Syariat Islam di Aceh : Format Awal"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel