India - Pemikiran dan Usaha Pembaharuan Sebelum Periode Modern


India - Pemikiran dan Usaha Pembaharuan Sebelum Periode Modern
Ilustrasi Gambar

INDIA
Pada permulaan abad ke-18 M Kerajaan Mughal di India, mulai memasuki zaman kemunduran. Perang saudara untuk memperebutkan kekuasaan Delhi selalu terjadi. Setelah Aurqngzeb meninggal dunia di tahun 1707, putranya yang bernama Mu'azzam-lah yang berhasil menggantikan ayahnya sebagai raja dengan nama Bahadur Syah. Lima tahun kemudian, terjadi pula perebutan kekuasaan antara putra-putra Bahadur Syah. Dalam persaingan ini, Jendral Zulfikar Khan turut memainkan rol penting dan atas pengaruhnya, putra terlemah, Jahandar Syah dinobatkan sebagai raja. Tetapi Jahandar Syah mendapatkan tantangan dari keponakannya Muhammad Farukhsiyar. Dalam pertempuran yang terjadi di tahun 1713, Farukhsiyar memperoleh kemenangan  dan dapat mempertahankan kedudukannya sampai tahun 1719. Raja ini mati dibunuh oleh komplotan Sayyid Hussain Ali dan Sayyid Hassan Ali, dua saudara yang hakikatnya memegang kekuasaan di Istana Delhi. Sebagai gantinya mereka mengangkat Muhammad Syah (1719-1748).

Dalam keadaan serupa ini, tidak mengherankan kalau golongan-golongan Hindu yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Mughal mengambil sikap menentang. Bahadur Syah, umpamanya, mendapat tantangan dari golongan Sikh di bawah pimpinan Banda. Di sebelah Utara Delhi mereka dapat merampas kota Sadhaura. Dalam serangan ke kota Sirhind mereka mengadakan perampasan dan pembunuhan terhadap penduduk yang beragama islam. Golongan Maratha di bawah pimpinan Baji Rao dapat merampas sebagian dari daerah Gujarat di tahun 1732 dan pada tahun 1737, bahkan dapat menyerang sampai keperbatasan ibu kota. Tetapi setelah mengetahui bahwa tentara Mughal bergerak menuju Delhi, mereka mengundurkan diri.

Dari pihak inggris telah mulai pula memperbesar usaha-usaha untuk memperoleh daerah-daerah kekuasaan di india, terutama di Benggal. Dalam pertempuran-pertempuran, umpamanya di Plassey pada tahun 1757 dan Buxar tujuh tahun kemudian, inggris memperoleh kemenangan. Daerah kekuasaan Mughal kian lama kian kecil. Serangan terhadap Delhi bukan datang dari dalam saja, tetapi juga datang dari luar india. Di Persia, Nadir Syah dapat merebut kekuasaan dan karena Dutanya tidak diterima Raja Mughal Mahmud Syah untuk beraudisi, ia memutuskan untuk memukul Delhi. Pesyawar dan Lahore dapat di kuasainya di tahun 1739 dan dari sana meneruskan serangan sampai ke ibu kota. Tentara Mughal yang datang menemuinya  dapat ia kalahkan. Di Delhi ia mendapat perlawanan dari rakyat dan sebagai hukuman ia beri izin kepada tentaranya untuk mengadakan perampasan dan pembunuhan besar-besaran. Kerajaan Mughal ia wajibkan membayar upeti dan daerah-daerah yang terletak di sebelah barat sungai indus ia gabungkan dengan Persia. Mahmud Syah ia tinggalkan tetap menjadi raja di Delhi, tetapi prestise kerajaan Mughal telah jauh sekali menurun.

Suasana seperti yang di gambarkan di atas menyadarkan pemimpin-pemimpin islam di india akan kelemahan umat islam. Salah satu dari pemuka itu adalah Syah Waliyullah(1703-1762). Ia lahir di Delhi dan mendapat pendidikan dari orang tuanya Syah Abd Ar-Rahim seorang sufi dan ulama yang memiliki madrasah. Setelah dewasa ia kemudian turut mengajar di madrasah itu. Selanjutnya ia pergi naik haji dan setahun di Hejaz ia sempat belajar pada ulama-ulama yang ada di Mekkah dan Madinah. Ia kembali ke Delhi pada tahun 1732 dan meneruskan pekerjaannya yang lama sebagai guru. Di samping itu ia gemar mengarang dan banyak meninggalkan karangan-karangan, diantaranya buku Hujjatullah al-Baligah.

Di antara sebab-sebab yang membawa kepada kelemahan umat islam, menurut pemikirannya, adalah perubahan sistem pemerintahan dalam islam, dan dari sistem kekhalifahan menjadi sistem kekerajaan. Sistem pertama bersifat demokratis, sedang sistem kedua bersifat otokratis. Dalam sejarah, raja-raja islam pada umumnya mempunyai kekuasaan absolut. Besarnya pajak harus dibayar kaum petani, buruh dan pedagang mereka tentukan sendiri. Pajak tinggi yang harus dibayar rakyat ini. Menurut Syah Waliyullah, membawa pula pada kelemahan umat, tetapi untuk membelanjai hidup mewah dari kaum bangsawan yang tak mempunyai pekerjaan apa-apa. Pemungutan dan pembelanjaan uang yang tidak adil ini menimbulkan perasaan tidak senang di kalangan rakyat dan dengan demikian keaman dan ketertiban masyarakat selalu terganggu. Untuk mengatasi hal-hal negatif di atas, Syah Waliyullah berpendapat, bahwa sistem pemerintahan yang terdapat di zaman Khalifah yang empat perlu di hidupkan kembali. Dengan kata lain sistem pemerintahan yang absolut harus di ganti dengan sistem pemerintahan demokratis.

Perpecahan yang terjadi dikalangan umat islam, dalam pendapatnya, merupakan sebab lain bagi lemahnya umat islam. Perpecahan yang dimaksud ialah perpecahan yang ditimbulkan aliran-aliran dan mazhab-mazhab yang terdapat dalam islam, seperti pertentangan antara golongan syi'ah dan sunni, antara aliran muktazilah di satu pihak dan asy'ariah serta maturidiah di lain pihak, antara kaum sufi dan kaum syariah dan antara pengikut-pengikut dari masing-masing mazhab hukum empat yang ada. Oleh sebab itu berusaha mengadakan suasana damai antara golongan, aliran dan mazhab yang berbeda-beda itu. Pertentangan yang terdapat dizamannya ia pertentangan Syi'ah dan Sunni. Syi'ah di pandang telah keluar dari islam. Pendapat ini dilawan oleh Syah Waliyullah dengan menegaskan bahwa kaum Syi'ah sama halnya dengan kaum Sunni, masih tetap orang islam.

Sebab lain ialah masuknya adat istiadat dan ajaran-ajaran bukan islam ke dalam keyakinan umat islam. Di india umat islam menurut penglihatannya banyak di pengaruhi oleh adat istiadat dan ajaran-ajaran Hindu. Keyakinan umat islam harus dibersihkan dari hal-hal yang asing ini. Mereka mesti dibawa kembali kepada ajaran-ajaran islam yang sebenarnya. Dan sumber asli dari ajaran-ajaran islam hanyalah Al-Qur'an dan Al-Hadist. Oleh karena itu untuk mengetahui ajaran-ajaran islam sejati, orang harus kembali kepada dua sumber itu, dan bukan kepada buku-buku tafsir, fikih, ilmu-ilmu kalam, dan sebagainya.

Syah Waliyullah tidak setuju dengan taklid, mengikut pada penafsiran dan pendapat-pendapat ulama di masa lampau. Bahkan hal ini, menurut pendapatnya, merupakan salah satu sebab bagi kemunduran umat islam. Ia melihat bahwa masyarakat bersifat dinamis. Penafsiran yang sesuai untuk suatu zaman belum tentu sesuai dengan zaman sesudahnya. Oleh sebab itu ia menentang taklid dan mengajurkan pengadaan ijtihad. Ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadis, memulai ijtihad, harus disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sebagai pengikut Taimiyah, pintu ijtihad baginya tidak tertutup.

Dalam rangka pemikiran ajaran murni dan adat istiadat yang masuk ke dalam islam sebagaimana tersebut diatas, Syah Waliyullah memperbedakan antara Islam Universal dan Islam yang mempunyai corak lokal. Islam universal mengandung ajaran-ajaran dasar yang kongkrit  sedang islam lokal yang mempunyai corak yang di tentukan oleh kondisi tempat yang bersangkutan. Dengan begitu terdapatlah islam yang bercorak arab, islam yang bercorak persia, islam yang bercorak india, dan sebagainya. Yang dimaksud oleh Syahwaliyullah kelihatannya, ialah keadaan islam yang dapat di sesuaikan dengan situasi setempat dan dengan kebutuhan zaman. Yang perlu dipegang dan di perthankan ialah ajaran-ajaran dasar yang sebersifat universal itu. Interpretasi dan pelaksanaannya dapat berbeda-beda sesuai dengan tempat dan zaman yang bersangkutan. Sebagaimana telah di jelaskan Syah Waliyullah melihat bahwa masyarakat manusia bersifat dinamis, dan islam yang mengandung ajaran-ajarannya tentang hidup kamasyarakatan, harus pula bersifat dinamis. Bepegang pada ajaran-ajaran universallah yang membuat islam bersifat dinamis.

Di zaman Syah Waliyullah penerjemahan Al-Qur'an kedalam bahasa asing masih di anggap terlarang. Tetapi ia melihat bahwa orang india membaca Al-Qur'an dengan tidak mengerti isinya. Pembacaan tanpa pengertian tak besar faedah untuk kehidupan duniawi mereka. Ia melihat perlu Al-Qur'an di terjemahkan kedalam bahasa yang dapat di pahami oleh orang awam. Bahasa yang dipilihnya ialah bahasa persia yang banyak di pakai oleh orang terpelajar islam india di ketika itu. Penerjemahan kedalam bahasa persia di sempurnakan oleh Syah Waliyullah pada tahun 1758. Terjemahan itu pada mulanya terdapat tantangan, tetapi lambat laun dapat di terima oleh masyarakat. Karena masyarakat telah menerima terjemahan, putranya kemudian membuat terjemahan kedalam bahasa urdu, bahasa yang lebih umum di pakai oleh masyarakat islam india dari pada bahasa persia.

Source: Prof.Dr.Harun Nasution - Pembaharuan Dalam Islam.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "India - Pemikiran dan Usaha Pembaharuan Sebelum Periode Modern"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel