Konflik Sosial: Kasus Daerah Istimewa Aceh


Konflik Sosial: Kasus Daerah Istimewa Aceh
Pengibaran Bintang Bulan
Kasus Aceh memiliki beberapa persamaan dengan kasus pemisahan diri dan kemerdekaan Timor Timur, khasusnya sebagai akibat dari kejatuhan Presiden Soeharto dari kekuasaanya. Dengan menurunnya otoritas pemerintah pusat Jakarta secara signifikan, di tambah dengan menurunnya popularitas TNI secara drastic, “nasionalisme local” masyarakat Aceh memperoleh pendukung yang lebih banyak, selanjutnya bahasa politik dan akomodasi yang di lancarkan presiden-presiden Republik Indonesia sejak Habibie, Abdurrahman Wahid sampai Mega Wati Soekarno Putri berikutnya gagal” mengambil hati “ masyarakat Aceh. Karena itu Gerakan Aceh Merdeka (GAM) terus berupaya untuk memperoleh pendukung yang lebih banyak melalui eskalasi tekanan masyarakat Aceh di Jakarta, yang tetap hanya menghasilkan opsi cukup terbatas.

Namun orang harus berhati-hati sebelum menepatkan Aceh dalam kotak yang sama dengan kasus Timor Timur, Aceh merupakan bagian integral dari Republik Indonesia, sebagai warisan kekuasaan Belanda, yang menyatukan hampir seluruh wilayah kepulauan Nusantara dalam satu adminitrasi pemerintahan. Sebaliknya, Timor Timur menjadi salah satu provinsi di Indonesia setelah pengambil alihan yang di lakukan militer awal tahun 1970-an. Perbedaan signifikan yang lebih jauh adalah fakta bahwa Masyarakat Aceh adalah Muslim, sedangkan Masyarakat Timor Timur adalah Khatolik. Dengan kata lain kasus Aceh pada tingkat tertentu mewakili sebuah “ppemberontakan” kepada pemerintah pusat Indonesia, yang lebih dominan beragama Islam. Berdasarkan sudut pandang ini, orang boleh beralasan bahwa kasus Aceh tidak melibatkan sentiment keagamaan sebagaimana kasus Timor Timur.

Selanjutnya. Kasus Aceh juga, kelihatannya, mewakili proses dan pembentukan nasionalisme Indonesia yang belum selesai. Sejak lama, Aceh merupakan wilayah pertama Indonesia, yang mendukung sepenuhnya kemerdekaan Indonesia, dan menyatakan diri sebagai integral dari Republik Indonesia ysng bsru terbentuk pada tahun 1945. Masyarakat Aceh berhasil mengumpulkan emas dan uang untuk pemerintah pusat, sehingga Jakarta mampu membeli pesawat terbang yang bernama “ Seulawah” nama sebuah pegunungan di Aceh. Tetapi pemerintah pusat sejak masa Soekarno, presiden pertama Indonesia, tetap tidak menghiraukan Aceh.

Karena itu, tidak mengherankan jika periode”bulan madu” antara Aceh dan Jakarta tidak berlangsung lama. Pemerintah pusat Jakarta menerapkan kebijakan-kebijakan yang tidak dapat di terima masyarakat Aceh. Kenyataan nya, Jakarta menepati janjinya seperti pengakuan dan implementasi status “ hak otonomi khusus” bagi Aceh. Hasilnya, ketik puasan politik dan social menyebar luas di Aceh, yang mengiring pada kebangkitan gerakan “seperatis”, yang lebih di kenal dengan Gerakan Darul Islam (1953-1954). Gerakan tersebut menjadi lebih kuat ketika ulama kharismatik Aceh, Daud Beureueh, bergabung di dalamnya. Meskipun pemerintah Indonesia mampu memulihkan hukum dan peraturan di Aceh, bibit seperatisme Aceh terus tumbuh dan berkembang di bawah kepemimpinan Hasan Tiro, yang pada 1954 memproklamasikan Republik Islam Indonesia di New York. Gerakan ini tentunya tidak memperoleh simpati dari banyak orang Indonesia. Pada tanggal 4 Desember 1976, Hasan Tiro Memproklamirkan Berdirinya “ Aceh Merdeka” (AM).

Sejak itu, sejarah Aceh berubah menjadi sejarah kekerasan (penindasan) militer dan ketidak adilan politik maupun ekonomi. Pengembangan ekonomi yang diakselerasi Soeharto di Aceh melalui pengenalan terhadap industrialisasi, hanya menciptakan ketidak puasan social dalam sekala besar, Aceh hanya memperoleh keuntungan yang sangat sedikit dari asset ekonominya sendiri, khususnya minyak bumi dan gas. Akibatnya, gangguan social dan politik menjadi semakin buruk. Hal ini membuat rezim Soeharto memberlakukan Daerah Operasi Militer (DOM), yang akhirnya di cabut presiden Habibie pada tahun 1998.

Pencabutan status DOM tidak hanya menarik tentara Indonesia dari Aceh, melaikan sekaligus menyikapkan secara luas kekejaman militer dan pelanggaran HAM di sebagian wilayah Aceh sulit sekali untuk meperoleh jumlah yang pasti para korban DOM. Menurut forum NGO di Aceh, mereka telah menemukan 15 kuburan massal, yang di perkirakan berisi 1240 kerangka manusia. Ada juga perkiraan yang menyatakan bahwa 1321 orang terbunuh, 1958 orang hilang, 3430 orang di siksa, dan lebih dari 200 orang wanita di perkosa dan di lecehkan secara seksual selama periode ini.

Berbagai cara sudah di tempuh pemerintah untuk mendamaikan Aceh dan melepaskannya dari konflik, namun hasilnya belum menunjukan tanda-tanda berakhirnya. Presiden Habibie telah mencoba mengadakan pendekatan dan menarik simpati masyarakat Aceh dengan berbagai program pembangunan dan kemanusiaan. Demikian juga pada masa Presiden Abdurrahman Wahid. Tetap konflik terus saja berlangsung, bahkan intensitasnya lebih meningkat dari pada sebelumnya. 

Karena GAM sendiri terus melakukan konsolidasi. Konsekuensinya, sulit memprediksi masa depan Aceh, bahkan dalam pemerintahan Megawati sekalipun. Bagi republic Indonesia, mengizinkan Aceh mengadakan referendum dengan opsi merdeka, dapat menyebabkan pemisahan diri Aceh dari republik ini. Belajar dari pengalaman Timor Timur, hampir semua rakyat Indonesia memiliki alasan untuk percaya bahawa mayoritas masyarakat Aceh akan memilih merdeka dari Indonesia, jika referendum diadakan. Karena Aceh, secara historis merupakan bagaian yang tak terpisahkan dari republic ini, bahkan sumbangannya cukup besar pada awal kemerdekaan. Maka sulit kiranya pemerintah pusat melepaskannya. Setelah gagalnya Kesepakatan Penghentian Permusuhan (CoHA/Cessation of Hostilities Agreement) sejak awal 2003, pemerintah pusat akhirnya menetapkan Operasi Militer Terpadu dengan Pemerintah Darurat Militer di Aceh pada 19 Mei 2003 yang lalu.*


Source : Buku Revitalisasi Syari’at Islam di Aceh - Prof. Dr. H Rusjdi Ali Muhammad, SH., MA
Oleh : Prof.Dr. Azyumardi Azra

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Konflik Sosial: Kasus Daerah Istimewa Aceh"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel