Mati Lampu Sudah Menjadi Budaya Bagi Kami
September 03, 2017
Add Comment
Jika anda hendak bermain-main ke Aceh maka pikir-pikir dulu sebelum berangkat jika tidak ingin kecewa setiba di serambi mekkah ini. Aceh itu tidak sesempurna seperti yang umbar-umbarkan dan Aceh juga tidak seburuk seperti yang anda pikirkan. Namun begitulah negeri di ujung sumatera itu.
Aceh krisis energi yang masyarakatnya sudah terbiasa merasakan gelap di malam hari dan kekurangan listrik di siang hari. Pembangkit listriknya memang ada. Pemasok listrik dari luar juga. Kantor pelayanan Listrik memang di dirikan setiap kecamatan dan tempat pembayaran tagihan tersedia hampir seluruh caunter plaza pulsa yang ada di Aceh bahkan melalui Bank jika berada di kota-kota.Kontor pusat provinsi memang besar karyawannya juga banyak.
Tetapi energi listriknya yang tidak ada. Hanya tagihan yang naik setiap bulannya serta jika telat bayar dikenakan denda serta pemotongan jaringan listrik. Hingga kini bahkan masih ada beberapa daerah di Aceh belum terjangkau jaringan listrik dan mereka belum pernah merasakan bagaimana cahaya lampu di malam hari di rumah mereka. Sekarang ini kebutuhan kita adalah energi listrik, semuanya membutuhkannya dengan segala perangkat elektronik yang ada. Betapa nihilnya jika saat di hari pertama anda menjejakan kaki pertama anda di tanah Aceh kebetulan lagi pada listrik. Tentunnya kamera, heandphone, Laptop dan lainnya tidak bisa anda fungsikan. Tentu sangat mengecewakan bukan.
Mungkin anda berangapan tinggal di kota. Tetapi kota disini tidak memandang siapa lagi datang berkunjung. Kota saja gelap apalagi perkampungannya tambah gelap. Karena pemadaman listrik disini tidak mempunyai jadwal, bisa mati kapan saja. Bisa kita katakan seminggu sekali bahkan lebih itupun matinya berjam-jam lamanya. Kadang dari malam sampai subuh, bisa saja dari pagi sampai sore. Kadang dalam sehari ada tiga seperti orang makan.
Apakah ada tindakan pelayanan ke yang lebih baik. Saya rasa tidak. Cukup dengan minta maaf dan pernyataan di media. Dan begitu seterusnya sampai hari ini. Saya memang tidak mengerti bagaimana caranya mendirikan perusahaan kecil menengah dan besar. Tetapi jika anda mendirkan sebuah usaha yang berhubungan dengan listrik di jamin anda akan rugi besar. Jangan perusahaan tempat usaha fotocopy yang tidak seberapa bisa gulung tikar minimal sekali harus memberhentikan beberapa karyawannya.
Jadi angin surga yang dihembuskan itu sebenarnya tidak ada. Jika anda tidak percaya silahkan saja. Jangan percaya apa kata saya tetapi buktikan sendirinya. Atau minimal sekali cari tau dengan warga atau siapa saja yang pernah singgah di Aceh. Karyawan yang bekerja di bidang energi penerangan memang banyak. Lebih malahan. Tetapi mereka hanya bekerja atas orderan yang ada. Memang dalam bekerja harus begitu. Tetapi apakah ada pelayanan untuk ke yang lebih baik. "Tidak". Metode yang mereka lakukan itu-itu saja. Alasan mereka itu-itu saja. Mereka bekerja untuk uang bukan untuk masyarakat.
Jika anda nekat ingin pergi ke tanah rencoeng maka anda sendiri harus nekat juga untuk kecewa. Mungkin anda akan mengatakan "kan ada genset, power bank atau catu daya lainnya. Berapa lama bisa bertahan catu daya anda. Tidak sebanding dengan lamanya padam listrik disini. Jika ingin wisata dengan kekurangan energi ya silahkan saja. Boleh bawakan teman-teman. Tetapi pastikan anda membawa daya yang cukup untuk keperluan anda sendiri. Masyarakat Aceh sendiri sudah sering merasakan kegelapan dari jaman sebelum penjajahan belanda hingga kini.
Selamat datang dan Selamat bersenang-senang. Kita nikmati bersama kekurangan energi disini secara bersama-sama.
0 Response to "Mati Lampu Sudah Menjadi Budaya Bagi Kami"
Post a Comment