Mawaddah Dalam Rumah Tangga
March 07, 2018
Add Comment
Ayat ini menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya bahwa di antara hikmah adanya pernikahan antara seorang pria dengan wanita adalah agar dapat mewujudkan perasaan saling mencintai dan saling mengasihi di antara mereka. Hal ini baru dapat terwujud ketika seorang pria menikahi seorang wanita yang pencinta/penyayang terhadap suaminya, serta mewujudkan harapan suaminya dengan mendapatkan karunia dari Allah Subhanahu wa Ta'ala berupa keturunan dari anak-anak yang shalih dan shalihah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلاً
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (Al-Kahfi: 46)
Dan firman-Nya:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Ali ‘Imran: 14)
Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan anjuran kepada umatnya untuk menikahi seorang wanita yang dapat mewujudkan mawaddah dan rahmah dalam rumah tangganya. Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu bahwa beliau berkata: “Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras dari tabattul (mencegah diri untuk menikah). Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ إِنِّي مُكَاثِرٌ اْلأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Nikahilah wanita yang al-wadud dan al-walud, karena sesungguhnya aku berbangga di hadapan para nabi dengan jumlah umatku yang banyak pada hari kiamat.” (HR. Ahmad, 3/158, Ibnu Hibban dengan tartib Ibnu Bulban, 9/338, no. 4028, Al-Baihaqi, 7/81, Ath-Thabarani dalam Al-Ausath, 5/207. Dishahihkan Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa`, 6/195, no. 1783)
Juga diriwayatkan dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: “Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata: ‘Sesungguhnya aku mendapati seorang wanita yang memiliki kehormatan, kedudukan, dan harta. Hanya saja dia tidak dapat melahirkan (mandul), apakah boleh aku menikahinya?’ Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarangnya. Lalu ia datang kedua kalinya, dan beliau mengucapkan kalimat yang sama. Ia mendatanginya pada kali yang ketiga, dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tetap mengucapkan kalimat yang sama. Lalu Ralulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Nikahilah wanita yang al-wadud dan al-walud, karena sesungguhnya aku berbangga di hadapan para nabi dengan jumlah umatku yang banyak pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud, Kitab An-Nikah, Bab Fi Tazwij Al-Abkar, no. 2050, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, 2/176, Ibnu Hibban, 9/363, no. 4056. Dishahihkan Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abu Dawud)
Yang dimaksud al-wadud adalah seorang wanita yang sangat pecinta/penyayang terhadap suaminya. Sedangkan makna al-walud adalah wanita yang banyak melahirkan anak. Disebutnya dua sifat wanita yang dijadikan sebagai istri ini adalah karena seorang wanita yang dapat melahirkan anak banyak namun tidak memiliki sifat cinta kepada suaminya, tidaklah menyebabkan kecintaan suaminya terhadapnya. Demikan pula sebaliknya, seorang wanita yang pecinta terhadap suami namun tidak dapat melahirkan anak, dia tidak pula dapat mewujudkan keinginan untuk memperbanyak jumlah umat ini dengan banyaknya orang yang melahirkan.
Dua sifat ini dapat diketahui dari seorang perawan dengan melihat kepada kerabatnya. Sebab, secara umum tabiat mereka saling menyerupai antara satu dengan yang lain. (lihat ‘Aunul Ma’bud, 6/33-34)
Diriwayatkan pula dari Ka’b bin ‘Ujrah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِرِجَالِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ. قَالَ: النَّبِيُّ فِي الْجَنَّةِ، وَالشَّهِيدُ فِي الْجَنَّةِ، وَالصِّدِّيقُ فِي الْجَنَّةِ، وَالْمَوْلُودُ فِي الْجَنَّةِ، وَالرَّجُلُ يَزُورُ أَخَاهُ فِي جَانِبِ الْمِصْرِ فِي الْجَنَّةِ، أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ قَالُوا: بَلَى يا رَسُولَ اللهِ. قَالَ: الْوَدُودُ الْوَلُودُ الَّتِي إِنْ ظَلَمَتْ أَوْ ظُلِمَتْ قَالَتْ: هَذِهِ نَاصِيَتِي بِيَدِكَ لاَ أَذُوقُ غَمْضًا حَتَّى تَرْضَى
“Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang para lelaki penduduk surga?” Mereka menjawab: “Ya, wahai Rasulullah.” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Nabi dalam surga, syahid (yang mati dalam peperangan) dalam surga, shiddiq (yang sangat jujur) dalam surga, anak yang dilahirkan (meninggal di masa kecilnya) dalam surga, seseorang yang mengunjungi saudaranya di sebuah kampung dalam surga. Maukah aku kabarkan kalian tentang wanita ahli surga?” Mereka menjawab: “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Wanita yang wadud (pecinta kepada suaminya), wanita yang banyak melahirkan anak, (yang suka kembali kepada suaminya) yang jika dia menzalimi atau dizalimi, maka dia berkata: ‘Diriku ada dalam genggamanmu, aku tidak merasakan tidur hingga engkau ridha (kepadaku)’.” (HR. Ath-Thabarani, 19/140, dihasankan Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Jami’, no. 2604)
Penulis: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi
0 Response to "Mawaddah Dalam Rumah Tangga"
Post a Comment